kamis 13 januari 2022. home; in-depth; aceh; nasional. hukum; politik; peristiwa
› Opini›Refleksi Hari Pendidikan Setiap tanggal 2 Mei, merujuk kelahiran Ki Hadjar Dewantara, kita memperingati Hari Pendidikan Nasional. Hari nasional tersebut ditetapkan melalui Keppres Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959. Peringatannya setiap tahun memberikan ruang segenap warga bangsa merefleksikan hakikat dan ikhtiar kolektif mencerdaskan kehidupan bagi seorang pendidik, jika tampil ke depan, dia harus memberikan teladan yang baik. Manakala berdiri di tengah, harus menciptakan gagasan dan prakarsa yang baik. Manakala posisinya di belakang, pendidik tetap harus memberikan dorongan dan arahan. Keteladanan tokoh dan eliteSpirit etis pendidikan Ki Hadjar tersebut bermakna penting di tengah dinamika kehidupan bangsa dewasa para tokoh atau elite bangsa sebagai representasi manusiapendidik, bagaimanapun, kunci penting bagi ikhtiar pencerdasan kehidupan yang cerdas kehidupannya tidak saja merupakan amanat, tetapi sekaligus gambaran yang diberikan bapak bangsa dalam menyusun konstitusi dengan mengabadikannya ke dalam alinea keempat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun yang harus cerdas tak semata tiap-tiap warga bangsa, tetapi pola interaksinya yang berkorelasi dengan penguatan persatuan dan kesatuan. Karena itu, proses pendidikan tak semata-mata terkait pencerdasan secara intelektual, tetapi juga pematangan emosional, sosial, dan spiritual yang memperkuat karakter bangsa. Ikhtiar pemerintah memajukan pendidikan nasional dilakukan dalam bingkai mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan yang baik dan terarah berdampak pada pelejitan kualitas sumber daya manusia. Prosesnya tentu tak sebatas pembelajaran di ruang-ruang sekolah, tetapi juga melibatkan secara proaktif segenap pemangku kepentingan, dari keluarga, masyarakat, hingga dunia usaha dan dunia industri DUDI.Undang-Undang UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan, tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan tersebut merefleksikan perlunya sumber daya manusia yang memiliki kecerdasan literasi yang komprehensif dalam bingkai moralitas bangsa Indonesia yang religius dan daya manusiaKebijakan pendidikan terkait erat dengan titik berat pembangunan nasional. Selama ini pemerintah telah gencar melakukan pembangunan infrastruktur yang manfaatnya semakin terasakan sebagai sabuk pemersatu bangsa, penguat interkonektivitas, serta pendorong proses ekonomi yang semakin efektif dan efisien. Seiring dengan itu, titik berat pembangunan ke depan akan mengarah ke pengembangan sumber daya manusia. Hal ini dapat segera dipahami, mengingat kemanfaatan infrastruktur akan semakin optimal manakala sumber daya manusianya semakin spesifik, dewasa ini, semua bangsa di dunia tengah dihadapkan pada perkembangan teknologi informasi yang bergerak begitu cepat. Kita telah masuk ke Era Revolusi Industri yang ditandai bekerjanya peranti-peranti digital baru serba canggih yang memadukan basis kinerja internet of thing, artificial intelligence, advance robotic, hingga big data analytics. Presiden Joko Widodo sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan tersebut. Revolusi Industri membutuhkan respons sumber daya manusia yang andal, sekaligus mampu menciptakan ragam peluang baru secara kreatif, justru di tengah ancaman disrupsi, ketika banyak jenis pekerjaan manusia tergantikan penguatan pendidikan karakter agar peserta didik senantiasa mengedepankan akhlak mulia, sopan santun, tanggung jawab, empan papan, serta berbudi pekerti luhur, proses pendidikan juga diarahkan ke penguatan keterampilan dan kecakapan yang selaras dengan kebutuhan pendidikan vokasi, misalnya, dilakukan guna mempersiapkan itu semua. Tentu saja hal tersebut bagian dari kebijakan yang lebih komprehensif, yang terkait pula dengan perbaikan mutu guru hingga kelengkapan sarana prasarana yang diakui, proses penyelenggaraan pendidikan kita masih dihadapkanpada sejumlah tantangan yang menjadi perhatian publik. Yang mengemuka, antara lain, masalah yang melingkupi guru dan tenaga kependidikan, hingga beberapa kasus tertentu yang viral ke media sosial melibatkan siswa. Intinya, masalahnya cukup kompleks. Semua itu membutuhkan respons kebijakan yang tepat dari pemerintah, sekaligus partisipasi aktif segenap pemangku telah menetapkan anggaran pendidikan nasional sebesar 20 persen dari total anggaran nasional. Namun, praktiknya, anggaran tersebut terbagi-bagi ke berbagai kementerian dan lembaga. Selain itu, seiring dengan implementasi otonomi daerah secara luas, anggaran pendidikan banyak tersalur pemerintah daerah melalui mekanisme dana alokasi umum DAU dan dana alokasi khusus DAK. Oleh karena itu, peran pemerintah daerah diharapkan semakin semua pihak dalam memajukan pendidikan mengingatkan kembali pada pesan Ki Hadjar Dewantara di atas, ”Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah”. Ikhtiar memajukan pendidikan bagi hadirnya sumber daya manusia yang berkualitas tentu tidak semata-mata bergantung kepada pemerintah pusat, tetapi juga proaktifnya pemerintah daerah dan segenap pemangku kepentingan lainnya, terutama DUDI. Mari kita majukan pendidikan kita untuk songsong masa depan bangsa yang lebih baik. Selamat Hari Pendidikan Effendy Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
Sekarang kita memeringati Hari Pendidikan Nasional setiap tanggal 2 Mei, yang bertepatan dengan hari kelahiran Ki Hajar Dewantara. Seseorang, yang visi, ketidakegoisan, keikhlasan, dan pengorbanan telah berhasil membuat pendidikan dapat diakses. Maka dari itu, hari ini Saya ingin anda untuk sedikit bersyukur karena dapat mengenyam pendidikan.

- Sejarah Hari Pendidikan Nasional tak lepas dari sosok dan perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Beliau adalah pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia di era kolonialisme. Hari Pendidikan Nasional Hardiknas adalah hari yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia setiap 2 Mei, untuk memperingati kelahiran dan menghormati jasa Ki Hadjar juga Hari Pendidikan Nasional 2021 Sejarah, Tema, dan Link Download Logo Ki Hadjar Dewantara Melansir 2 Mei 2020, pria kelahiran Pakualaman, Yogyakarta, 2 Mei 1889, ini dikenal sebagai pencetus Taman Siswa. Kutipannya yang terkenal, yakni "Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani". Artinya, di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik; di tengah atau diantara murid, guru harus menciptakan ide dan prakarsa; di belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan serta arahan. Nama asli Ki Hadjar Dewantara adalah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Melansir laman Kemdikbud, Ki Hajar Dewantara melahirkan sistem pendidikan nasional bagi kaum pribumi dengan nama Taman Taman Siswa berdiri pada tanggal 3 Juli tahun 1922 di Yogyakarta. Taman Siswa ini mengajarkan kepada pribumi tentang pendidikan untuk semua yang merupakan realisasi gagasan dia bersama-sama dengan temannya di Yogyakarta. Sekarang Taman Siswa mempunyai 129 sekolah cabang di berbagai kota di seluruh Indonesia. Baca juga Hari Pendidikan Nasional dan Solusi Belajar di Tengah Pandemi Corona... Bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara merupakan Mentri Pengajaran pertama Kabinet Presiden Soekarno yang kemudian menjadi Kementrian Pendidikan dan Pengajaran dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Ki Hajar Dewantara juga merupakan Pahlawan Nasional ke-2 yang ditetapkan Presiden pada tanggal 28 November 1959 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Dengan Keppres itu dia juga ditetapkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Berdasarkan pemberitaan Harian Kompas, 2 Mei 1968, karena jasa-jasanya, Ki Hadjar Dewantara mendapatkan penghargaan dari pemerintah.

Filmmemang tak harus melulu berisi penuh tentang motivasi atau pesan moral disepanjang film. Toh kalo mau dipaksakan pesan moral, bahkan Film Fifty Shades of Grey pun ada pesan moralnya. Tapi, ini adalah Hari Pendidikan Nasional. Hari dimana secara ceremonial seluruh Indonesia merayakannya dan Mendiknas sebagai penyelenggaranya.

Pendidikan adalah salah satu hal yang sangat penting bagi perkembangan suatu negara. Oleh karena itu, setiap tahunnya Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional sebagai bentuk pengakuan akan pentingnya pendidikan bagi bangsa Indonesia. Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang Hari Pendidikan Nasional dan pentingnya pendidikan untuk masa depan Indonesia. Pengertian Hari Pendidikan Nasional Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei. Peringatan ini dimulai sejak tahun 1960 atas inisiatif Ki Hajar Dewantara, pendiri Taman Siswa dan juga dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Tujuan dari peringatan Hari Pendidikan Nasional adalah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan dalam membangun bangsa. Peringatan Hari Pendidikan Nasional pertama kali dilakukan pada tahun 1960. Namun, pada saat itu peringatan dilakukan pada tanggal 1 Mei. Barulah pada tahun 1972, tanggal peringatan dipindahkan menjadi tanggal 2 Mei. Hal ini dilakukan untuk menghormati kelahiran Ki Hajar Dewantara yang jatuh pada tanggal 2 Mei. Makna Hari Pendidikan Nasional Hari Pendidikan Nasional memiliki makna yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Peringatan ini mengingatkan kita akan pentingnya pendidikan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Selain itu, Hari Pendidikan Nasional juga menjadi momen untuk mengingatkan kita bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara Indonesia dan harus dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat. Pentingnya Pendidikan bagi Masa Depan Indonesia Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi besar untuk menjadi negara maju. Namun, untuk mencapai hal tersebut, pendidikan merupakan salah satu faktor kunci yang harus diperhatikan dengan serius. Berikut adalah beberapa alasan mengapa pendidikan sangat penting bagi masa depan Indonesia 1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia Pendidikan yang berkualitas dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Sumber daya manusia yang berkualitas akan mampu memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan negara. 2. Meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat internasional Dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, Indonesia akan mampu bersaing dengan negara-negara lain di tingkat internasional. Hal ini akan membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia. 3. Meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara Pendidikan juga dapat meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Dengan pendidikan yang baik, masyarakat akan lebih memahami betapa pentingnya peran mereka sebagai warga negara yang baik. 4. Meningkatkan toleransi antarwarga negara Pendidikan dapat membantu meningkatkan toleransi antarwarga negara. Dalam pendidikan, anak-anak diajarkan dalam menerima perbedaan dan menghargai keberagaman. Hal ini akan membawa dampak positif bagi terciptanya masyarakat yang harmonis dan damai. 5. Meningkatkan kemampuan inovasi dan kreativitas Pendidikan juga dapat meningkatkan kemampuan inovasi dan kreativitas masyarakat Indonesia. Dengan memiliki kemampuan ini, masyarakat akan lebih mudah mengembangkan potensi dan menciptakan peluang untuk berkembang. Tantangan dalam Pendidikan di Indonesia Meskipun pendidikan sangat penting bagi masa depan Indonesia, masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Beberapa tantangan tersebut antara lain 1. Keterbatasan akses pendidikan Masih banyak masyarakat Indonesia yang sulit mengakses pendidikan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur dan juga ekonomi. 2. Kualitas pendidikan yang rendah Meskipun sudah banyak sekolah yang dibangun, masih banyak sekolah yang memiliki kualitas pendidikan yang rendah. Hal ini disebabkan oleh kurangnya fasilitas dan juga tenaga pengajar yang berkualitas. 3. Kurangnya pemahaman tentang pentingnya pendidikan Masih banyak masyarakat Indonesia yang kurang memahami betapa pentingnya pendidikan bagi masa depan mereka. Hal ini menjadi salah satu faktor mengapa masih banyak anak yang putus sekolah. Solusi untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Indonesia Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, beberapa solusi yang dapat dilakukan antara lain 1. Meningkatkan akses pendidikan Pemerintah dapat membangun lebih banyak sekolah dan juga memperbaiki infrastruktur pendidikan untuk meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat. 2. Meningkatkan kualitas tenaga pengajar Pemerintah dapat meningkatkan kualitas tenaga pengajar dengan memberikan pelatihan dan juga meningkatkan upah mereka. 3. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan Pemerintah dapat melakukan kampanye untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti televisi dan juga internet. Kesimpulan Hari Pendidikan Nasional adalah momen penting untuk mengingatkan kita akan pentingnya pendidikan bagi bangsa Indonesia. Dalam artikel ini, kita telah membahas tentang pengertian, sejarah, makna, serta pentingnya pendidikan bagi masa depan Indonesia. Kita juga telah membahas beberapa tantangan dan solusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, marilah kita jadikan peringatan Hari Pendidikan Nasional sebagai momen untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi masa depan bangsa Indonesia. FAQ Apa itu Hari Pendidikan Nasional? Hari Pendidikan Nasional adalah peringatan untuk mengingatkan akan pentingnya pendidikan bagi bangsa Indonesia yang diperingati setiap tanggal 2 Mei. Siapa yang mengusulkan Hari Pendidikan Nasional? Ki Hajar Dewantara Apa tujuan dari peringatan Hari Pendidikan Nasional? Tujuan dari peringatan Hari Pendidikan Nasional adalah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan dalam membangun bangsa. Mengapa pendidikan sangat penting bagi masa depan Indonesia? Pendidikan sangat penting bagi masa depan Indonesia karena dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat internasional, meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, meningkatkan toleransi antarwarga negara, dan meningkatkan kemampuan inovasi dan kreativitas. Apa saja tantangan dalam pendidikan di Indonesia? Beberapa tantangan dalam pendidikan di Indonesia antara lain keterbatasan akses pendidikan, kualitas pendidikan yang rendah, dan kurangnya pemahaman tentang pentingnya pendidikan. Apa solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia? Beberapa solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia antara lain meningkatkan akses pendidikan, meningkatkan kualitas tenaga pengajar, dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan.

MemperkuatDaya Saing dengan Pendidikan. Hari Pendidikan Nasional yang kita peringati setiap tanggal 2 Mei memberikan ingatan dan sekaligus juga kesadaran kepada kita semua bahwa pendidikan menjadi salah satu fondasi dasar untuk membangun bangsa Indonesia yang lebih maju. Pendidikan sangat diperlukan untuk memajukan kesejahteraan umum dan Hari Pendidikan Nasional pada tahun ini akan diperingati dalam nuansa yang agak berbeda dari sebelumnya. Jika pada tahun-tahun sebelumnya Hari Pendidikan Nasional diperingati dengan upacara bendera terbatas karena pandemi Covid-19, saat ini bisa diperingati dengan upacara bendera normal seperti biasa. Di samping itu, Hari Pendidikan Nasional saat ini bersamaan dengan momen Idul Fitri 1444 Hijriah karena masih dalam nuansa bulan Syawal. Pandemi Covid-19 mengajarkan arti pentingnya kesabaran. Ruang gerak dibatasi, pergaulan dilimitasi, dan pertemuan diamputasi. Akan tetapi, hikmah di balik itu, terjadi perubahan masif dalam struktur kehidupan masyarakat. Orang jadi lebih melek teknologi dari sebelumnya yang buta teknologi. Media virtual yang sebelumnya tidak dikenal menjadi bagian penting dalam kehidupan. Pembelajaran yang selama ini harus tatap muka langsung, ternyata bisa dijalankan secara virtual dengan kreativitas masing-masing guru. Pengambilan keputusan di organisasi, birokrasi, perusahaan, dan lainnya dapat dilakukan secara virtual. Ramadan mengajarkan arti pentingnya kesabaran dan kesetaraan. Para ulama menyebut bulan Ramadan sebagai bulan tarbiyah pendidikan. Ketika umat Islam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, tidak sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga diperintahkan untuk menahan hawa nafsu. Menahan diri dari berkata kasar, berkata dusta, melangkah ke tempat yang tidak baik, menjaga pandangan dari hal-hal yang tidak baik, dan menjaga hati dari sifat iri, dengki, dan dendam. Ramadan juga mengajarkan pentingnya kesetaraan karena syariat berpuasa sama, baik untuk orang tua/muda, orang kaya/miskin, maupun atasan/bawahan. Dalam bulan Ramadan juga ada perintah mengeluarkan zakat bagi orang-orang yang memiliki harta berlebih yang harus dikeluarkan kepada orang-orang yang berkekurangan. Hal ini mengandung makna universal bahwa umat manusia diajarkan peduli dengan sesama. Islam mengajarkan kesetaraan yaitu bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah Swt adalah orang yang paling bertakwa QS. Al Hujurat 13. Pasca-Ramadan, yaitu bulan Syawal, yang secara etimologi bermakna peningkatan. Syawal mengajarkan akan pentingnya kesabaran dan persaudaraan. Tradisi mudik Lebaran yang biasanya dilakukan di Indonesia, mengandung esensi persaudaraan. Orang-orang yang bekerja di perantauan biasanya akan melakukan perjalanan pulang ke kampung halamannya pada saat menjelang Idul Fitri untuk merayakan Lebaran di kampung halaman. Tak jarang mereka membawa bekal oleh-oleh yang cukup banyak untuk dibagikan ke sanak famili di kampung. Kalau ditelaah lebih jauh sebetulnya para pemudik ini tidak hanya sekadar menyambung tali silaturahmi, melainkan ada makna yang lebih dalam yaitu rasa persaudaraan. Seperti apa pun keadaan di perantauan, saudara di kampung halaman harus merasakan kebahagiaan saat momen mudik itu tiba. Jika ditinjau dari pandangan Emile Durkheim, sosiolog asal Prancis, fenomena ini disebut sebagai solidaritas mekanis, yaitu solidaritas yang dibangun atas dasar rasa kekeluargaan. Jadi, fenomena mudik ke kampung halaman melahirkan bentuk keakraban yang mungkin tidak ditemukan di masyarakat urban. Hari Pendidikan Nasional pada tahun ini akan diperingati dalam nuansa yang agak berbeda dari sebelumnya. Jika pada tahun-tahun sebelumnya Hari Pendidikan Nasional diperingati dengan upacara bendera terbatas karena pandemi Covid-19, saat ini bisa diperingati dengan upacara bendera normal seperti biasa. Di samping itu, Hari Pendidikan Nasional saat ini bersamaan dengan momen Idul Fitri 1444 Hijriah karena masih dalam nuansa bulan Syawal. Pandemi Covid-19 mengajarkan arti pentingnya kesabaran. Ruang gerak dibatasi, pergaulan dilimitasi, dan pertemuan diamputasi. Akan tetapi, hikmah di balik itu, terjadi perubahan masif dalam struktur kehidupan masyarakat. Orang jadi lebih melek teknologi dari sebelumnya yang buta teknologi. Media virtual yang sebelumnya tidak dikenal menjadi bagian penting dalam kehidupan. Pembelajaran yang selama ini harus tatap muka langsung, ternyata bisa dijalankan secara virtual dengan kreativitas masing-masing guru. Pengambilan keputusan di organisasi, birokrasi, perusahaan, dan lainnya dapat dilakukan secara virtual. Ramadan mengajarkan arti pentingnya kesabaran dan kesetaraan. Para ulama menyebut bulan Ramadan sebagai bulan tarbiyah pendidikan. Ketika umat Islam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, tidak sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga diperintahkan untuk menahan hawa nafsu. Menahan diri dari berkata kasar, berkata dusta, melangkah ke tempat yang tidak baik, menjaga pandangan dari hal-hal yang tidak baik, dan menjaga hati dari sifat iri, dengki, dan dendam. Ramadan juga mengajarkan pentingnya kesetaraan karena syariat berpuasa sama, baik untuk orang tua/muda, orang kaya/miskin, maupun atasan/bawahan. Dalam bulan Ramadan juga ada perintah mengeluarkan zakat bagi orang-orang yang memiliki harta berlebih yang harus dikeluarkan kepada orang-orang yang berkekurangan. Hal ini mengandung makna universal bahwa umat manusia diajarkan peduli dengan sesama. Islam mengajarkan kesetaraan yaitu bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah Swt adalah orang yang paling bertakwa QS. Al Hujurat 13. Pasca-Ramadan, yaitu bulan Syawal, yang secara etimologi bermakna peningkatan. Syawal mengajarkan akan pentingnya kesabaran dan persaudaraan. Tradisi mudik Lebaran yang biasanya dilakukan di Indonesia, mengandung esensi persaudaraan. Orang-orang yang bekerja di perantauan biasanya akan melakukan perjalanan pulang ke kampung halamannya pada saat menjelang Idul Fitri untuk merayakan Lebaran di kampung halaman. Tak jarang mereka membawa bekal oleh-oleh yang cukup banyak untuk dibagikan ke sanak famili di kampung. Kalau ditelaah lebih jauh sebetulnya para pemudik ini tidak hanya sekadar menyambung tali silaturahmi, melainkan ada makna yang lebih dalam yaitu rasa persaudaraan. Seperti apa pun keadaan di perantauan, saudara di kampung halaman harus merasakan kebahagiaan saat momen mudik itu tiba. Jika ditinjau dari pandangan Emile Durkheim, sosiolog asal Prancis, fenomena ini disebut sebagai solidaritas mekanis, yaitu solidaritas yang dibangun atas dasar rasa kekeluargaan. Jadi, fenomena mudik ke kampung halaman melahirkan bentuk keakraban yang mungkin tidak ditemukan di masyarakat urban. Hari Pendidikan Nasional pada tahun ini akan diperingati dalam nuansa yang agak berbeda dari sebelumnya. Jika pada tahun-tahun sebelumnya Hari Pendidikan Nasional diperingati dengan upacara bendera terbatas karena pandemi Covid-19, saat ini bisa diperingati dengan upacara bendera normal seperti biasa. Di samping itu, Hari Pendidikan Nasional saat ini bersamaan dengan momen Idul Fitri 1444 Hijriah karena masih dalam nuansa bulan Syawal. Pandemi Covid-19 mengajarkan arti pentingnya kesabaran. Ruang gerak dibatasi, pergaulan dilimitasi, dan pertemuan diamputasi. Akan tetapi, hikmah di balik itu, terjadi perubahan masif dalam struktur kehidupan masyarakat. Orang jadi lebih melek teknologi dari sebelumnya yang buta teknologi. Media virtual yang sebelumnya tidak dikenal menjadi bagian penting dalam kehidupan. Pembelajaran yang selama ini harus tatap muka langsung, ternyata bisa dijalankan secara virtual dengan kreativitas masing-masing guru. Pengambilan keputusan di organisasi, birokrasi, perusahaan, dan lainnya dapat dilakukan secara virtual. Ramadan mengajarkan arti pentingnya kesabaran dan kesetaraan. Para ulama menyebut bulan Ramadan sebagai bulan tarbiyah pendidikan. Ketika umat Islam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, tidak sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga diperintahkan untuk menahan hawa nafsu. Menahan diri dari berkata kasar, berkata dusta, melangkah ke tempat yang tidak baik, menjaga pandangan dari hal-hal yang tidak baik, dan menjaga hati dari sifat iri, dengki, dan dendam. Ramadan juga mengajarkan pentingnya kesetaraan karena syariat berpuasa sama, baik untuk orang tua/muda, orang kaya/miskin, maupun atasan/bawahan. Dalam bulan Ramadan juga ada perintah mengeluarkan zakat bagi orang-orang yang memiliki harta berlebih yang harus dikeluarkan kepada orang-orang yang berkekurangan. Hal ini mengandung makna universal bahwa umat manusia diajarkan peduli dengan sesama. Islam mengajarkan kesetaraan yaitu bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah Swt adalah orang yang paling bertakwa QS. Al Hujurat 13. Pasca-Ramadan, yaitu bulan Syawal, yang secara etimologi bermakna peningkatan. Syawal mengajarkan akan pentingnya kesabaran dan persaudaraan. Tradisi mudik Lebaran yang biasanya dilakukan di Indonesia, mengandung esensi persaudaraan. Orang-orang yang bekerja di perantauan biasanya akan melakukan perjalanan pulang ke kampung halamannya pada saat menjelang Idul Fitri untuk merayakan Lebaran di kampung halaman. Tak jarang mereka membawa bekal oleh-oleh yang cukup banyak untuk dibagikan ke sanak famili di kampung. Kalau ditelaah lebih jauh sebetulnya para pemudik ini tidak hanya sekadar menyambung tali silaturahmi, melainkan ada makna yang lebih dalam yaitu rasa persaudaraan. Seperti apa pun keadaan di perantauan, saudara di kampung halaman harus merasakan kebahagiaan saat momen mudik itu tiba. Jika ditinjau dari pandangan Emile Durkheim, sosiolog asal Prancis, fenomena ini disebut sebagai solidaritas mekanis, yaitu solidaritas yang dibangun atas dasar rasa kekeluargaan. Jadi, fenomena mudik ke kampung halaman melahirkan bentuk keakraban yang mungkin tidak ditemukan di masyarakat urban. Marilah kita bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan yang Esa Mahakasih atas perkenanNya kepada kita dapat tiba pada Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada 2 Mei 2020. Puji Tuhan! Dalam momentum Hardiknas 2020 ini kita mengenang Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional. Mengenang karya pelayanannya di bidang pendidikan dan kebudayaan. Untuk itu kami menyampaikan

› Opini›Mengurangi Kesenjangan... Pendidikan yang dijalankan dengan menjunjung rasa gotong royong antara guru, sekolah, dinas pendidikan, aktivis dan peneliti pendidikan, juga orangtua dan siswa harus dikembangkan untuk mengurangi kesenjangan pendidikan. HERYUNANTOIlustrasi”Kami memang tidak sepintar orang Jawa,” ujar banyak guru di daerah Lombok dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Ujaran serupa konon juga kerap diucapkan oleh guru-guru di daerah terpencil jauh dari Pulau Jawa atau yang disebut daerah 3T terdepan, terpencil, dan tertinggal.Para guru tersebut tidak percaya diri karena banyak materi atau pembelajaran yang diminta, berbeda dengan kenyataan hidup mereka sehari-hari. Misalnya mempelajari tari Saman dari Aceh, yang tariannya belum diketahui guru, atau siswa diminta membuat kliping, padahal tidak ada koran yang beredar di desa. Jangankan melihat video di jaringan internet, saluran listrik dan gawai untuk mengaksesnya pun tidak tersedia. Banyak guru tidak paham, apalagi murid-murid mereka. Cerita tersebut dibagikan oleh aktivis Pendidikan Sokola Institute, yang mengamati pendidikan di daerah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Fadilla Mutiarawati, saat kami membicarakan daruratnya pendidikan di Indonesia, apalagi sering disebut sebagai learning loss, padahal bukan. Dengan kondisi seperti ini, mengapa pemerintah masih memaksakan program pembelajaran terpusat dari Jakarta?Pentingnya bahasa ibu Dalam artikelnya di 21/9/2022, Fadilla menekankan pentingnya penggunaan bahasa ibu, terutama bahasa daerah, bagi pembelajaran di daerah-daerah terpencil karena ”Ayat mengenai bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pada sistem pendidikan nasional… menghilang pada RUU Sisdiknas”. Rancangan Undang-Undang RUU Sisdiknas memang rencananya akan menggantikan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dianggap sudah kedaluwarsa, tetapi isinya banyak dilanggar oleh Kemendikbudristek, contohnya dengan tidak mengakui pelajaran dalam bahasa juga Hilangnya Hak Memperoleh Pendidikan dalam Bahasa IbuTragisnya, dari sumber referensi Kemendikbudristek sendiri Pendidikan di Indonesia, Belajar dari hasil PISA 2018. 2019. Jakarta Pusat Penilaian Pendidikan, disebutkan hal 32 disebutkan bahwa ”Pada PISA 2015 ada tren penurunan proporsi siswa penutur bahasa Indonesia. Saat itu, dibandingkan dengan total populasi anak usia 15 tahun, proporsi siswa PISA penutur bahasa Indonesia sebesar 25 persen, sementara pengguna bahasa daerah atau bahasa lain dalam percakapan sehari-hari mencapai 42 persen. Pada PISA 2018, proporsi siswa penutur non bahasa Indonesia meningkat pesat hingga mencapai 59 persen populasi anak usia 15 tahun, sementara siswa penutur bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari hanya 22 persen.”Berdasarkan informasi tersebut, artinya di tahun 2015, penggunaan bahasa Indonesia hanya 25 persen dan bahasa daerah 42 persen. Di tahun 2018, penggunaan bahasa Indonesia 22 persen, sedangkan penggunaan bahasa daerah naik menjadi 59 persen. Ini menunjukkan bahasa daerah masih dipakai dan harus terus digalakkan dalam lembaga formal pendidikan, tetapi mengapa pemerintah pusat tidak mengacu kepada hasil riset lembaganya sendiri untuk menyusun kebijakan penggunaan bahasa daerah di sekolah?Ini menyedihkan dan memperlihatkan pembuat kebijakan yang tidak mau membaca temuan berdasarkan fakta studinya sendiri, masih bersifat top-down, tidak menerima masukan dari akar rumput, apalagi mendengar masukan dari guru-guru di daerah 3T pada PISAReferensi Pusat Penilaian Pendidikan tersebut, juga acuan naskah akademik RUU Sisdiknas, dinilai mengacu pada PISA, yakni penilaian pendidikan yang dilakukan lembaga ekonomi antarpemerintah negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi OECD. Sudah diketahui secara umum dari banyak laporan bahwa siswa-siswa Indonesia tidak mampu memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika tes PISA siswa Indonesia dalam membaca pun amat rendah, skornya hanya 371, jauh dibandingkan rata-rata skor negara OECD di kisaran 487. Adalah benar bahwa skor rendah ini memprihatinkan dan kita harus melakukan sesuatu, tetapi seperti ditulis Fadilla, ”PISA tidak mampu mengukur kemahiran anak perempuan Kajang di Sulawesi Selatan yang menenun tope le’leng dengan pewarna dari daun tarung, atau ketepatan anak-anak Rimba di Jambi memasang jerat sesuai dengan morfologi hewan buruan di hutan yang kompleks.” Untuk mewujudkan nilai-nilai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan SDGs, pemeliharaan adat, nilai dan kebiasaan, termasuk bahasa daerah, perlu digalakkan, utamanya dalam PISA, konsep pendidikan mengacu pada pendidikan ala Barat. Konsep Merdeka Belajar yang diinisiasi pemerintah, misalnya, lebih banyak ditujukan untuk pendidikan tinggi setidaknya ada empat program Kampus Merdeka, dan bukan untuk memajukan pendidikan dasar. Pokok-pokok kebijakan Merdeka Belajar 1 pada awalnya pun lebih fokus kepada ujian dan mekanismenya. Padahal, banyak ahli pendidikan, misalnya Yudi Latif Kompas, 4 Mei 2022, menyatakan pentingnya transformasi pendidikan sebaiknya dimulai sejak pendidikan dini dan dasar. Saya pun setuju dengan pendapat ini, makanya peningkatan kapasitas guru—terutama untuk guru-guru di TK dan SD—amatlah juga Rekonstruksi PendidikanPeningkatan kapasitas guru pun dilakukan dengan Program Guru Penggerak yang terpusat secara nasional guru diminta mendaftar langsung ke suatu platform digital dan tidak sistemis. Artinya, kepala dinas pendidikan di daerah, baik di tingkat kabupaten/kota di mana desentralisasi dilakukan maupun tingkat provinsi dilewati!Jadi, walau banyak guru penggerak yang terbentuk, masih ribuan guru di Indonesia yang tidak terdaftar sebagai guru penggerak. Kita juga tahu bahwa guru memiliki wawasan luas. Namun, apabila lingkungan sekolah dan kepala sekolah tidak mendukung, guru tersebut tidak dapat ”merdeka” untuk mengaplikasikan ilmu yang lebih baik apabila program dilakukan sistematis, secara berkesinambungan juga untuk dinas pendidikan daerah, sekolah, dan kepala sekolah, bukan hanya untuk guru, tanpa mesti dilakukan terpusat dari Jakarta. Budaya daerah akan lebih berdaya apabila Jakarta percaya akan kemampuan daerah-daerah menjalankan pendidikan. Belum lagi program pelatihan Guru Penggerak intinya hanya berisi sosialisasi peraturan belaka, bukan semacam pelatihan pedagogi. Artinya, guru masih diminta mendengarkan paparan daripada mengembangkan pemikirannya sendiri!Ekosistem pendidikan Rezim pendidikan saat ini tampaknya senang dengan pengumpulan data. Setelah asesmen, di awal 2022, Kemendikbudristek mengeluarkan ”kebijakan Kurikulum Merdeka sebagai opsi pemulihan pembelajaran” dan ditawarkan langsung ke sekolah-sekolah dan guru penggerak. Pihak pemerintah daerah, walaupun tertera, tetapi tidak dijelaskan seperti apa kegiatan yang dapat paparan mengenai Sekolah Penggerak atau materi sosialisasi kurikulum ini sebelumnya juga disebut sebagai Kurikulum Prototipe ternyata disusun oleh para birokrat di Jakarta—dan bukan guru-guru sekolah dasar—yang walaupun berilmu mungkin belum memiliki pengalaman mengajar di depan kelas. Materi kurikulum ini kemudian diinformasikan kepada para sekolah dan guru untuk dijalankan tanpa ada proses uji coba dan umpan balik terlebih dalam mengelola pendidikan, lembaga OECD menekankan bahwa tidak ada satu sistem yang benar, yang dipentingkan adalah juga menyedihkan adalah mata pelajaran yang bersifat ekspresif, seperti musik, seni rupa, pekerjaan tangan, dan olahraga, hanya menjadi mata pelajaran pilihan belaka. Siswa diminta memilih salah satu saja! Ini tentu tidak sejalan dengan niat mengembangkan Profil Pelajar Pancasila, yang berisi pengembangan karakter dan lebih banyak dengan interaksi sosial. Siswa hendaknya tetap menerima semua mata pelajaran musik/menyanyi, menggambar, prakarya, dan olahraga, untuk membuka potensi yang ada, dan mengembangkan kreativitas, interaksi, kerja sama gotong royong dan bernalar dalam mengelola pendidikan, lembaga OECD menekankan bahwa tidak ada satu sistem yang benar, yang dipentingkan adalah prosesnya OECD, 2016 Governing Education in a complex world. Amat penting adalah ekosistem pendidikan yang terdiri dari guru dan kepala sekolah yang kompeten, adanya kesempatan belajar secara profesional, memiliki tujuan bersama apa yang akan dituju/aims dan bagaimana mencapai tujuan tersebut/guidelines; dan mengembangkan dialog terbuka untuk tersebut amat universal dan dapat dikembangkan di Indonesia, juga mengurangi kesenjangan pendidikan apabila guru-guru di daerah dapat menyampaikan pelajaran dalam bahasa setempat. Pihak dinas pendidikan dapat memulai mendokumentasikan nilai-nilai muatan lokal tersebut, sambil melestarikan budaya daerah yang mulai memudar untuk dipelajari generasi juga Kesenjangan Mutu dalam Rapor Pendidikan IndonesiaIndonesia memiliki bapak pendidikan bangsa, Ki Hadjar Dewantara, yang sudah meletakkan fondasi pendidikan yang humanis. Intinya, fokus kepada pembelajaran siswa dengan kualitas pendidikan dan keberpihakan equity, kebijakan berdasarkan riset, guru-guru yang profesional, kolaborasi gotong royong dan sinergi kebijakan antar dinas di tingkat kabupaten/ praktiknya, pendidikan dijalankan dengan menjunjung rasa gotong royong antara satu pihak dengan pihak lain guru, sekolah, dinas pendidikan, aktivis dan peneliti pendidikan, juga orangtua dan siswa. Semangat kolaborasi, saling percaya dan mendengarkan, juga menghormati peran masing-masing amat diperlukan di sini. Jangan sampai ujuran bahwa ”orang Jawa lebih pintar” itu masih ada dalam pendidikan Indonesia, apalagi dalam masyarakat kita yang bineka D Adiputri, Pengajar di Universitas Jyväskylä, FinlandiaDOK. PRIBADIRatih D Adiputri

HariPendidikan Nasional; Pendidik Milenial Menuju Generasi Z. Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Mei merupakan salah satu moment untuk merefresh ingatan tentang sejarah panjang perjalan dunia pendidikan kita di Indonesia. Pendidikan tidak hanya menjadi tanggungjawab orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan

Jakarta - Hari ini tanggal 2 Mei tepatnya adalah hari Pendidikan Nasional. Hari di mana lahirnya pendidikan di Indonensia. Tanggal 2 Mei dijadikan sebagai hari Pendidikan Nasonal bertepatan dengan hari lahirnya salah satu tokoh pendidkan kita yaitu Ki Hajar Dewantar dengan nama asli Raden Mas sedikit tentang perjuangan untuk memajukan pendidkan di bumi Indonesia beliau sempat mendirikan salah satu Taman Siswa pada 3 Juli 1892? untuk sekolah kerakyatan di Yogyakarta. Kemudian beliau juga sempat menulis berbagai artikel yang intinya memprotes berbagai kebijakan para penjajah Belanda yang kadang membunuh serta menghambat tumbuh dan berkembangnya pendidikan di Indonesia. Hingga salah satu artikel "Seandainya Aku Seorang Belanda" judul asli Als ik eens Nederlander was yang pernah dimuat dalam surat kabar de Expres milik Douwes Dekker tahun 1913 adalah salah satu artikel yang mengubah paradigma banyak orang. Terlebih khusus para penjajah bahwa orang Indonesia khususnya penduduk pribumi membutuhkan pendidikan yang layaknya sama dengan para penguasa dan kalangan berduit. Bertolak dari usaha, kerja keras, serta pengorbanan dirinya melalui surat keputusan Presiden RI No 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959 dinobatkan sebagai salah satu Pahlawan Pergerakan Nasional. Bahkan yang lebih menggembirakan dirinya dianggap sebagai bapak Pendidikan untuk seluruh orang Indonesia. Penghormatan itu terbukti dengan ditetapkan 2 Mei sebagai Hari Pendidikan mewujudkan dan membangun dunia pendidikan di Indonesia yang sedangdiusahaknnya dalam penjajahan para penjajah belanda beliau memakai semoboyan "tut wuri handayani". Semboyan ini berasal dari ungkapan aslinya "ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa". Semboyan ini masih dipakai dalam di dunia pendidikan kita hingga era reformasi ini. Bahkan dengan semboyan itu telah sedikit mengubah warna pendidikan kita di Indoenesia saat Perkembangan Pendidkan di Era ReformasiBanyak orang senang dan bahagia, terlebih khusus para penggila, pencinta, dan pelaku pendidikan di seluruh Indonesia ketika memasuki era reformasi. Saat kekuasaan presiden Soeharto yang kurang lebih berkuasa selama 32 tahun tumbang pada tahun 1997 akibat pergerakan mahasiswa Indonesia mendasari lahirnya era reformasi. Era yang dikatakan sebagai era perubahan, era yang bisa semua orang berbicara serta era yang dikatakan sebgai era pembaharuan. Berarti pendidikan juga harus mengalami berharap dan berpikir di era ini segalanya akan berubah. Problematikapendidikan yang terjadi saat Presiden Soekarno memimpin di era orde lama1945-1965 dan Problematika pendidikan yang terjadi saat masa kepemimpinanPresiden Soeharto di era orde baru 1965-1985 serta masa kepemimpinan beberapa presiden setelah kedua pemimpin di atas memerintah bisa segera teratasi yang tentunya sesuai dengan cita-cita dan tujuan pendidikan kita. Namun, yang memprihatinkan perkembangan pendidikan di era reformasi ini tidak jauh berbeda dengan perkembangan pendidikan di era orde lama 1945-1965 maupun perkembangan pendidikan di era orde baru 1965-1985. Malahan perkembangan pendidikan di era reformasi ini lebih menggenaskan dan memprihatinkan. Bahkan di era ini banyak korban pendidikan yang berjatuhan seperti siswa, guru, termasuk para orang tua pun menjadi korban daripada pendidikan di era reformasi ini. Mengapa saya bisa katakan demikian. Banyak anak-anak yang tidak memilik biaya hingga tidak bersekolah, banyak lulusan SMA/MA dan sederajat lainnya harus menggangur karena tidak mampu membayar biaya pendidikan bahkan banyak lulusan SMA/MA dan sederajat yang melanjutkan ke perguruan tinggi harus mengundurkan dari perkulihaan karena tidak mampu membayar biaya dengan tujuan dan cita-citanya pendidikan kita haruslah mencerdaskan kehidupan bangsa. Mungkin berkembang dari kata mencerdaskan banyak orang mengartikannya dengan mengambil berbagai kebijakan yang dapat membuat pendidikan di Indonesia bisa berkembang. Salah satu caranya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah mengadakan Ujian Nasional, nyatanya Ujian Nasional bukan menciptkan generasi yang cerdas namun menciptkan generasu yang rusak baik mentalnya maupun pun tidak bisa membantah kalau Ujian Nasional telah menciptakan generasi yang rusak moralitasnya. Sebagaimana bisa kita lihat beberapa fenomena kecurangan dan kejahatan yang sering terjadi hinggat ditayangkan diberbagai media masa maupun media elektronik. Beberapa saat lalu Ujian Nasional tingkat SMA/MA dan setingkat lainnya telah diberlangsungkan namun meninggalkan bekas yang sangat memprihatinkan karena di mana-mana terjadi kecurangan yang patutnya tidak perlu saat lalu tepatnya hari kamis hari terakhir Ujian Nasional bagi siswa-siswi SMA/MA, saya menyaksikan sebuah tayangan berita di salah satu TV swasta yang menayangkan kecurangan Ujian Nasional yang terjadi, hingga 17 orang guru harus berhadapan dengan aparat hingga harus diadili. Bukan kasus itu saja melainkan di daerah lain pun terjadi hal yang sama. Bahkan beberapa kepala sekolah tega menjual lembaran soal hingga mencapai jutaan rupiah. Dengan demikian inikah yang dinamakan mencerdaskan kehidupan bangsa yang sesuai dengan cita-cita nasional."Seandainya beliau masih hidup beliau akan menangis dan meratapi melihat buruknya pendidikan di negeri ini". Demikian salah satu kutipan artikel singkat yang ditulis oleh salah satu korespondesi situs wikimu di internet. Sedikit menyimak dan membaca artikel itu saya pun ikut sedih. Sebagaimana tidak sedih perjuangan beliau agar pendidikan di Indonesia bisa maju dan berkembang yang sekaligus mengubah berbagai ketertinggalan yang terjadi. Namun, kenyataannya yang terjadi adalah keterpurukan sistem seharusnya memahmi dan menyadari bahwa berjuang di bawah tekanan, penjajahan, dan ancaman bukanlah hal termudah. Namun, dalam kesulitan seperti inilah yang ditunjukkan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa beliau ingin adanya kemajuan pendidikan. Sehingga dalam tekanan apa pun beliau tidak pernah gentar dan takut hanya demi memajukan pendidikan di negeri ini. Bertolak daripada usaha dan kerja keras beliau seharusnya para pengambil kebijkan pendidikan di Indenesia seharusnya berpikir dan mencerna bagaimana solusi yang diambil agar semua kegiatan pendidikan yang terjadi tidak membuat sedih pilunya hati bapak pendidikan kita. Fenomena keburukan yang terjadi saat ini bukan saja masalah Ujian Nasional, namun yang terjadi juga adalah biaya sekolah dari tahun ketahun yang semakin meningkat. Saya sendiri sebagai siswa menyadari adanya lonjakan tingginya uang sekolah dari tahun ke tahun. Padahal berbagai janji manis seperti adanya dana BOS Bantuan Operasional Sekolah akan membantu meringankan biaya sekolah. Bahkan, ada juga yang mengatakan dengan adanya dana bos maka pendidikan alhasi akan gratis. Apakah pendidikan saat ini di Indonesia gratis? Jangan mimpi bo pendidikan mau gratis. Realisasi dana pendidikan yang dialokasikan menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasalnya yang ke 49 bahwa 20% dari APBN dialkosikan untuk pendidikan. Namun, kenyataan sampai sat ini semua itu tidak berbagai janji manis yang sengaja dilanggar. Ini memberi peringatan kepada kita bagaimana nasib pendidikan Indonesia di masa depan nanti. Bagaimana nanti nasib generasi yang akan datang? Generasi yang akan datang mau dikemanakan? Bagaimana seandainya generasi yang akan datang mengikuti kesalahan para pengambil kebijakan pendidikan. Apakah ini mau dikatakan sebagai generasi yang berbobot dan generasi yang mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan cita-cita nasional yang telah tertera dalam Undang-Undang Dasar Hari Pendidikan NasionalHari ini sebagai hari pendidikan nasional. Tidak perlu kita, terlebih khusus para pejabat pemerintahan dan pengambil kebijkana pendidikan nasional berpikir keras dengan berbagai teori dan berbagai pedoman unutk memajukan pendidikan di kita pun tidak perlu sibuk mencari cara-cara dan trik-trik untuk bersaing dengan Negara lain khususnya dalam bidang pendidikan. Dahulu kala saat orde baru para siswa-siswi dari Malaysia dan beberapa Negara tetangga lainnya yang datang dan belajar di Indonesia. Namun, berbeda dengan saat inipara pelajar dari Indonesialah yang pergi belajar dan berguru di Negara jiran ini."Saat ini, pelajar asing di Malaysia sudah mencapai angka orang. Mereka datang dari berbagai negara, Uganda, Afrika Selatan, Korea Selatan, Korea Utara, India, Inggris, Vietnam, Bangladesh, Singapore, Kanada dan masih banyak lagi yang lainnya, termasuk negara tetangganya, Indonesia". Demikian bunyi salah satu kutipan tulisan yang terdapat salah satu situs milik pemerintah Malaysia. Dengan membaca ini memberi perngertian pada kita kalau mereka Malaysia juga menganggap pendidikan di daerahnya lebih maju dan berkembang dibandingkan dengan di beberapa Negara termasuk kita negara ketertinggalan pendidikan serta problematika pendidikan yang terjadi terus-menerus di Negara kita, bagaimana jalan keluar yang perlu diambil agar kedua hal di atas tidak terjadi lagi? Memang berat kalau memikirkan penyelesaiaanya serta penuntasan problemnya. Namun, semua akan terasa ringan dan mudah kalau penyelesaian ini kembali kepada sistem demokrasi sesuai dengan asas dan falsafah Negara demokrasi mengutamakan kebersamaan dalam mengambil keputusan dan keputusan diambil secara bersama-sama musyawarah maka semua pihak yang ikut mengambil bagiaan termasuk masyarakat akan merasa puas dan bahagia, sehingga penerapan dan prakteknya dapat memberi kepuasaan kepada semua pihak dan semua instansi. Dengan cara seperti ini alhasi pendidikan di Indonesia sedikit baik mutunya hingga kita bisa merasakan enak dan baiknya Hari Pendidikan PogauJl Martha C Tiahahu Nabireoktovianus_pogau Penulis adalah siswa SMA Kristen Anak Panah, Nabire-Papua 98819 msh/msh

fc42.
  • enkhu2f4r5.pages.dev/123
  • enkhu2f4r5.pages.dev/250
  • enkhu2f4r5.pages.dev/483
  • enkhu2f4r5.pages.dev/159
  • enkhu2f4r5.pages.dev/106
  • enkhu2f4r5.pages.dev/163
  • enkhu2f4r5.pages.dev/58
  • enkhu2f4r5.pages.dev/311
  • opini tentang hari pendidikan nasional